Dampak Gula – Apakah Anda penyuka makanan manis? Apakah hidangan penutup terlalu sulit untuk ditolak? Apakah Anda seorang chocoholic?
Sebagian besar dari kita tahu bahwa kalori berlebih, terutama kalori kosong dari gula, dapat menambah berat badan.
Namun, penelitian menunjukkan bahwa konsumsi gula juga berdampak buruk pada kesehatan mental.
Mengurangi asupan gula dapat membantu mencegah obesitas, diabetes tipe 2, penyakit jantung, dan peradangan kronis sekaligus membuat Anda lebih ramping.
Namun, dampaknya terhadap kesehatan mental bisa sama signifikannya, bahkan mungkin lebih besar.
3 Dampak Gula terhadap Kesehatan Mental
Berikut 3 Dampak Gula terhadap Kesehatan Mental:
1. Depresi
Dampak Gula terhadap Kesehatan Mental – DepresiMengonsumsi gula dapat menyebabkan rasa senang yang awalnya tinggi, lalu kemudian menurun drastis dan menyebabkan keinginan yang kuat untuk mengonsumsi lebih banyak gula.
Hal ini menciptakan lingkaran setan yang sulit dihentikan.
Perilaku ini dapat menyebabkan perubahan suasana hati yang ekstrem akibat sistem penghargaan yang terlalu aktif di otak akibat pelepasan hormon dopamin, hormon yang membuat Anda merasa senang.
Studi menunjukkan bahwa gula juga dapat meningkatkan perasaan depresi dan potensi skizofrenia pada orang dengan kadar hormon pertumbuhan rendah yang disebut BDNF.
Kekurangan hormon ini ditemukan pada orang dengan depresi dan skizofrenia, sehingga mengonsumsi gula hanya akan memperparah gejalanya.
2. Kecemasan

Orang yang menderita kecemasan biasanya mengalami kekhawatiran, panik, dan kewaspadaan akut.
Gula memperparah gejala-gejala ini dengan menyebabkan lonjakan adrenalin yang menyebabkan hiperaktif dan respons hiperreaktif terhadap stres.
Penelitian telah menunjukkan bahwa gula dapat memperparah rasa takut akan hasil negatif yang umumnya dikaitkan dengan kecemasan.
Selain itu, karena mengonsumsi makanan manis dapat menyebabkan kelelahan, penglihatan kabur, dan pikiran kabur, memandang situasi secara objektif dan membuat pilihan yang percaya diri dapat menjadi lebih sulit ketika kita mengonsumsi makanan tinggi gula.
3. Pembelajaran dan Memori

Mengonsumsi gula dapat berkontribusi pada penurunan kemampuan otak untuk memproses dan menyimpan informasi karena menyebabkan peradangan kronis.
Para peneliti pernah berpikir bahwa peradangan merupakan faktor yang dapat menyebabkan depresi.
Kini, penelitian menunjukkan bahwa depresi dan stres dapat meningkatkan peradangan.
Terlepas dari itu, peradangan ini telah dikaitkan dengan penurunan kemampuan kognitif yang menyebabkan tanda-tanda penuaan seperti mudah lupa dan kebingungan.
Sebuah studi UCLA pada tahun 2012 menunjukkan bahwa resistensi insulin yang disebabkan oleh konsumsi gula tinggi merusak sel-sel otak yang berperan dalam pembelajaran dan memori pada tikus, sementara makanan yang kaya asam lemak Omega-3 melindungi sinapsis tersebut.
Selain itu, kadar gula darah yang tidak stabil dapat menyebabkan pelepasan insulin berlebih yang membuat otak mengeluarkan glutamat, suatu neurotransmitter yang mengirimkan sinyal antar sel saraf yang diperlukan untuk pembelajaran dan memori, tetapi jika berlebihan dapat menyebabkan agitasi, depresi, dan kecemasan.
Sering kali, ketika kita sedih, stres, atau kewalahan, kita mengonsumsi gula karena merangsang pelepasan dopamin dan adrenalin.
Selain rasanya yang nikmat, sensasi gula yang tinggi hanya memberikan kelegaan sementara tetapi memiliki konsekuensi serius bagi kesehatan mental dalam jangka panjang. (Fahma Ardiana)
Tinggalkan komentar